TARAKAN – Adanya aksi yang pekerja Phoenix Resources International (PRI) di kantor
DPRD Kota Tarakan mendapat perhatian besar masyarakat. Seagai perusahaan dengan status permodalan Penanaman Modal Asing (PMA) yang rencananya akan membangun pabrik bubur kertas serta sejumlah sarana pendukungnya di Kota Tarakan.
Kehadiran PT. PRI untuk berinvestasi di Tarakan ternyata tidak pernah melibatkan DPRD untuk berkoordinasi. Hal yang berbeda dibanding dengan perusahaan investor lainnya yang setidaknya melakukan silaturahmi dan menyampaikan apa yang akan mereka lakukan pada lembga wakil rakyat di Bumi Pagun Taka ini.
Wakil Ketua II DPRD Kota Tarakan, Yulius Dinadus misalnya, mengaku heran karena hingga detik ini belum ada penyampaian secara resmi, baik lisan maupun bersurat dari PT. PRI kepada DPRD Kota Tarakan terkait aktifitas mereka di Kota Tarakan.
“Sebagai wakil rakyat, kami tentunya merasa senang dan sangat terbuka jika ada investor yang datang ke Tarakan. Harus diapresiasi karena pengembangan suatu daerah akan berjalan bail jika banyak investor yang masuk,” kata Yulius.
Namun dibalik itu perlu juga dilakukan pengontrolan atas kekhawatiran pada beberapa hal, menyanghkut regulasi yang tidak tepat berakibat merugikan daerah tersebut. Misalnya, hak rakyat di daerah justru diambil alih oleh orang luar daerah bahkan luar negara.
Sampai saat ini, lanjut Yulius, PT. PRI belum pernah berkomunikasi dengan anggota DPRD Kota Tarakan secara kelembagaan. Berbeda dengan investor lainnya. Misal saja, Penanam Modal Asing yang datang untuk berinvestasi, sebelum beroperasi saja sudah rutin melakukan tatap muka, pertemuan dengan anggota DPRD bahkan meminta saran terkait peran pekerja lokal dan UMKM.
Berbeda dengan PT PRI, disebutkan politisi Hanura ini, perusahaan ini masuk tanpa koordinasi terkait arah dan orientasi yang akan dikerjakan.
“Keberadaan perusahaan tersebut kami ketahui hanya melalui media,” tutur Politisi dari Partpol Hanura ini.
Menjadi sorotan lainnya, terkait izin dampak lingkungan serta sumber bahan baku yang akan digunakan pada pabrik kertas yang dibangun adalah kayu, yang tentunya akan memanfaatkan hutan industri, DPRD belum tahu, hutan industri mana yang akan dimanfaatkan, berapa banyak aset tanah yang akan menjadi lahan digunakan. Jika ternyata belakangan nanti terjadi permasalahan, DPRD tentunya akan kesulitan untuk ikut menyelesaikan jika selama ini memang tidak pernah ada koordinasi.
Bukan hanya itu, tahapan pembangunan dan lain halnya juga tidak ada dilaporkan. Meskipun sebagian besar perizinan dari pusat dan Provinsi, disebutkan Yulius harusnya ada tebusan atau koordinasi di tingkat pemerintah kota. Sebab, lokasi pabrik berada di tingkat pemerintah kota.