TARAKAN – Penulis, pengamat, aktivis sekaligus eks teroris, Arif Budi Setyawan berkesempatan menyambangi Kota Tarakan dalam rangka memberikan edukasi dan sosialisasi kepada mahasiswa di Kota Tarakan dalam mencegah bahaya dan ancaman terorisme pada generasi muda.
Kegiatan yang diikuti puluhan mahasiswa, dilaksanakan di salah satu Hotel di Kota Tarakan.
Dalam membawakan materinya, ia menerangkan sejauh ini setiap upaya penyebaran paham radikal dalam beragama cenderung mengarah pada tindakan kekerasan atas nama agama yang dilakukan dengan menggunakan kecanggihan teknologi informasi terkini. pemaparan radikalisme memanfaatkan media sosial yang menanamkan narasi kegelisahan atau penderitaan yang dialami umat Islam, narasi perlawanan terhadap sesuatu yang bertentangan dengan keyakinan.
“Teknologi internet yang semakin murah dan mudah dengan kecanggihan algoritma mesin pencarinya, lengkap media sosial dan layanan messengernya yang membuat seseorang mudah mencari komunitas baru, kawan baru, pengetahuan baru, dst. Propaganda masif kelompok ISIS, para pendukung ISIS yang sangat aktif di media sosial,”ungkapnya, 4 April 2024.
Dikatakannya, paparan radikalisme cenderung terjadi pada orang yang baru mempelajari agama secara mendalam yang sebelumnya memiliki persoalan ekonomi, psikologis, masa lalu kelam, keluarga, dan sebagainya. Prosesnya Observasi, tahu bahwa yang paling awal harus dipelajari adalah tauhid. Mereka cari tahu tentang tauhid, ketemu beberapa di antaranya ada yang baru dikenal dan celakanya itu adalah tauhid versi kelompok radikal – penasaran – dipelajari – di medsos ketemu postingan sejenis jalin kontak diarahkan ke chanel khusus atau baca artikel pendukung mencari solusi alternatif karena kekecewaan dengan kelompok lama terjadi pada para aktivis muda yang tidak sabaran dan jenuh dengan kondisi yang ada,”
“Prosesnya Observasi tertarik dengan cara yang ditempuh ISIS, membuka diskusi dengan pendukung ISIS, terjadi adu argumen pendukung ISIS menang bukti karena propaganda mereka diarahkan ke chanel khusus pendukung ISIS,”katanya.
“Ditanamkan pemahaman tauhid versi mereka kelompok ISIS atau Takfiri di mana pembuktiannya adalah dengan memerangi thaghut dan berbaiat kepada ISIS ditanamkan bahwa penyebab segala kekacauan dan kerusakan di dunia ini (khususnya dunia Islam) adalah akibat berkuasanya orang-orang kafir dan para thaghut,”
Dikatakannya, adapun tentang pemahaman musuh-musuh tauhid (thaghut) dan kejahatannya terhadap umat Islam seperti menghalangi penegakan syariat, menghalangi hijrah ke ISIS, menangkapi ‘mujahidin’, kebijakan ekonomi yang merugikan seperti merajalelanya riba, dan lainnya. Dikatakannya, seorang yang terpapar radikalisme akan menganggap hal ini sebagai musuh nyata dan darahnya diangggap halal.
“Ditanamkan bahwa cara keluar dari kondisi yang serba tidak ideal itu adalah dengan memerangi para thaghut yang berkuasa. Minimal mereka berpeluang bisa mati syahid dan keluar dari masalah itu (solusi egois). Mereka inginnya umat kemudian sadar dan mengikuti cara mereka dalam mengubah keadaan. Ditanamkan bahwa lebih baik mati dalam memerangi thaghut daripada hidup susah dan terhina di bawah kekuasaan thaghut orang kafir,”tuturnya.
“Ditanamkan juga bahwa memerangi thaghut adalah bentuk kesempurnaan bertauhid (beragama) kaderisasi pelaku teror diajarkan siapa musuh yang boleh diserang, dari yang terkuat seperti presiden sampai pada polantas di pinggir jalan. Diajarkan cara menyerang dengan bom, pisau, menabrakkan mobil, meracuni, dan sebagainya, berdiskusi tentang improvisasi serangan teror yang tepat. Cara-cara ini dilakukan setiap kelompok dan generasi terorisme. Sehingga tidak heran dalam setiap aksinya mereka merencanakannya sangat rapi dan terlatih,”tutupnya.