TARAKAN – Adanya kasus dugaan prostitusi online pada siswa SD yang menghebohkan masyarakat, membuat DPRD mendesak pemerintah agar menerapkan jam belajar malam pada anak usia sekolah. Selain itu, DPRD Tarakan meminta Dinas Pendidikan (Disdik) dan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) pro aktif melakukan pencegahan dengan memaksimalkan program parenting. Kendati demikian, apakah desakan tersebut akan efektif jika diterapkan.
Saat dikonfirmasi, Kepala Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Kaltara, Maria Ulfah mengungkapkan, sejauh ini pihaknya belum melihat adanya keseriusan dalam menanggani Persoalan pada anak. Menurutnya, sejauh ini pemerintah hanya fokus pada regulasi dan fasilitas terkait anak namun hal tersebut tidak diikuti pada penerapan strategi pencegahan di lapangan. Khusunya pada persoalan-persoalan prostitusi yang melibatkan anak di bawah umur.
“Regulasi bisa diterapkan sebagai pengunci kebijakan yang telah ditetapkan misalnya dalam bentuk Perda, Pergub atau Perwali. Namun berkaitan dengan penyakit masyarakat, penyelesaiannya tidak bisa dilakukan secara parsial. Di suatu sisi memang kita perlu memperhatikan kondisi ekonomi satu keluarga, indeks pembangunan manusia dan penerapan hukum yang ada,”ujarnya,.
Ia meyakini, sebagian besar praktik prostitusi terjadi di hotel dan penginapan. Sehingga pihaknya mempertanyakan sejauh ini apakah pelarangan anak di bawah umur sudah berjalan. Menurutnya, sejauh ini belum dilakukan pengawas secara tegas terhadap hal tersebut. Sehingga ia menduga hingga saat ini hotel belum menerapkan aturan khusus pada status tamu yang hendak melakukan reservasi.
“Selain itu tentu juga pemerintah dalam hal ini aktif berkoordinasi dengan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) untuk monitoring. Karena meskipun aturannya ada tapi kalau tidak dipantau maka hotel juga pasti akan menerima tamu di bawa umur. Karena di suatu sisi aturan bertentangan dengan prinsip bisnis,”jelasnya.
Ia mengakui, dalam pencegahan prostitusi di kalangan remaja kental kaitannya dengan kepentingan bisnis. Kendati demikian, jika hal ini tidak dilakukan, maka prostitusi yang melibatkan pelajar berpotensi tumbuh subur seiring bertambahnya jumlah penduduk dan perkembangan gaya hidup masyarakat.
“Dalam hal ini, memerlukan keseriusan karena berhubungan dengan kepentingan bisnis. Jika penerapannya tidak tegas, maka percuma saja regulasinya ada. Sama seperti Perda KLA misalnya, kalau pun tidak diterapkan dengan tegas maka perda itu hanya menjadi produk pajangan saja tidak ada fungsinya,”pungkasnya