TARAKAN – Plt Direktur RSUD dr.H.Jusuf SK, Dokter Budi Aziz, membeberkan sebenarnya yang bersangkutan sudah diberikan teguran. Dokter tersebut juga diketahui adalah yang menangani kemoterapi dan buntut serta imbasnya, pasien kemoterapi terdampak dari penghentian sementara jaminan pembayaran klaim dari BPJS Kesehatan ke RSUD dr.H.Jusuf SK. Lanjutnya, pihaknya sebenarnya telah melaporkan hal tersebut ke Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kaltara lantaran tidak melaksanakan tugas untuk mendapatkan sanksi.
“Sebenarnya bersangkutan pernah mengajukan pindah tugas tapi Pak Gubernur tidak pernah menandatangani suratnya. Tapi untuk pindah harus menjalani pengabdian sekian tahun dulu, persoalannya yang bersangkutan masih terikat masa kerja di Kaltara,”urainya.
“Masa kerjanya masih ada di sini. Saya kurang tahu berapa tahun lagi tapi masih ada di sini. Karena yang menyekolahkannya Pemerintah Provinsi Kaltara. Dan yang bersangkutan sudah dilakukan peneguran beberapa kali. Terakhir bulan lalu bulan Juli 2024,” jelasnya.
Sementara itu, Andi Amriampa, Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Kaltara bahwa proses hukuman sudah diatur dalam aturan PP Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS). Untuk kategori ringan dan sedang, kewenangan ada di OPD masing-masing. Ia melanjutkan jika ternyata dari instansi terkait sudah memberikan hukuman Disiplin (Hukdis) berupa teguran dan tidak diindahkan lanjut Andi, maka proses pasti berjalan sesuai PP Nomor 94.
“Untuk kategori berat dilimpahkan ke PPK melalui BKD. Nanti kita tunggu saja prosesnya. Kalau secara resmi sudah ada, tentu kami akan proses. Yang bersangkutan memang status PNS di Kaltara. Kalau bahwa berkaitan kesalahan atau pelanggaran, memang yang bersangkutan tidak terdeteksi dengan absensi untuk dokter spesialis. Sehingga kami menunggu laporan secara resmi,”urainya.
Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa setiap tugas belajar ada kontrak kerja dan biasanya mencapai 10 tahun atau 15 tahun pengabdian baru bisa ajukan pindah tugas. Untuk kemungkinan sanksi sesuai regulasi dan normatif. Untuk pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH), adalah hukuman tertinggi dalam hukdis. Dan pihaknya harus melihat kategorinya.
“Nanti dilihat kontraknya seperti apa. Kalau memang tuntutannya masih harus selesaikan masa kerja sambil berproses saja. Kalau PTDH, dulu ada beberapa kasus juga seperti narkoba, terjerat hukum dan terbukti inkrah bisa diproses. Kalau dari sisi instansi kesehatan belum pernah ada,”tandasnya.