TARAKAN – Harga Eceran Tertinggi (HET) dilaporkan mengalami kenaikan tertanggal 1 Mei 202 sebesar Rp 13.100 per kilogram. Hal itu sesuai pengumuman yang dikeluarkan Perum Bulog se-Indonesia yang didasari surat penugasan dari Badan Pangan Nasional Nomor 142 Tahun 2024 yang diterima per 29 April 2024 lalu kepada Perum Bulog se-Indonesia.
Saat diwawancara, Pimpinan Cabang Perum Bulog Tarakan, Sri Budi Prasetyo menerangkan, sebagai pelaksana penyaluran pangan, Perum Bulog menjalankan surat penugasan dari Badan Pangan Nasional (Bapanas) terkait penugasan SPHP menyatakan untuk penugasan tersebut berlaku mulai 1 Mei 2024. Sehingga dengan kenaikan tersebut diharapkan tidak menjadi gejolak di masyarakat.
“Sebagai pelaksana forum Bulog hanya menjalankan penjualan 1 Harga SPHP se-Indonesia. saat ini di gudang Bulog Rp11.300 per kg, dan harga jual maksimal atau HET Rp13.100 per kg. Ini sudah berlaku sejak 1 Mei 2024. Ini juga sebelumnya sudah kami umumkan di medsos Bulog,”katanya.
“Sebelumnya kan harga awal di gudang kami sebesar Rp10.250 menjadi Rp11.300 rupiah. kenaikannya, kurang lebih Rp1.050 berdasarkan perhitungan HET. ini dilatarbelakangi adanya relaksasi melalui surat Bapanas nomor 134 Tahun 2024 yang diturunkan pada 24 April 2024 sebelumnya. Relaksasi berlaku untuk harga beras medium dan premium di tingkat konsumen dan berlaku sampai 31 Mei. Adanya relaksasi, dampaknya juga berlaku untuk beras SPHP yang HET-nya ikut mengalami kenaikan,”sambungnya.
Dikatakannya, adapun untuk HET pasaran ke konsumen dari Rp11.500 menjadi Rp13.100 per kg. Untuk HET kenaikan di kisaran Rp1.600 perkilogram. Dikatakannya, kenaikan SPHP ini setelah penyesuaian kebijakan relaksasi harga beras di tingkat konsumen. Adapun untuk relaksasi sendiri berlaku dari tanggal 1 Mei sampai 31 Mei dan menunggu kebijakan selanjutnya.
“Kalau memang ada relaksasi biasa ada perpanjangan. Untuk SPHP sendiri, masih berlaku sesuai tanggal ditetapkan sampai waktu belum ditentukan. Nanti bisa jadi ada perubahan lagi, kita tunggu saja kebijakan tanggal 31 Mei nanti.
Alasan relaksasi dilakukan pemerintah karena melihat dari sisi produsen petani. Saat musim panen, harga petani kurang menguntungkan, apalagi biaya produksi petani meningkat semenjak kemarin subsidi pupuk dikurangi artinya pengeluaran petani lebih tinggi,”urainya.
“Dengan adanya relaksasi ini, petani lebih diuntungkan karena pasti memperoleh hasil panen yang lebih tinggi. Selain itu di sisi penggilingan, mereka lebih mudah berjualan ke retail modern. Karena retail modern memiliki batasan HET. Selama ini, di sisi penggilingan, operasional cukup tinggi. Ada kenaikan tarif dasar listrik, kenaikan bahan bakar artinya biaya produksi tinggi,”lanjutnya.