TARAKAN – Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kaltara meyakini perairan saat ini perairan Tarakan-Bunyu belum sepenuhnya aman dalam melakukan aktivitas pelayaran. Pasalnya, untuk saat ini diduga perairan tersebut masih terdapat ranjau laut yang merupakan warisan peninggalan perang dunia kedua.
Saat dikonfirmasi, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kaltara, Rukhi Syayahdin menerangkan, hal tersebut diyakini berdasarkan informasi yang diterima dari sebuah lembaga. Sehingga pihaknya akan berkoordinasi dengan TNI AL untuk memastikan perairan tersebut aman untuk jalur pelayaran.
“Kami diberikan informasi dari rapat kemarin ternyata banyak ranjau. Jadi, kami tidak bisa menjamin. Makanya kami akan berlari cepat, dalam waktu dekat akan memanggil pihak instansi yang berkaitan,” ucapnya, Sabtu (11/6/2022).
Ia berharap bahwa permasalahan tersebut dapat diungkapkan sesegera mungkin hal ini untuk mencegah adanya korban akibat ranjau tersebut. Mengingat, perairan Tarakan-Bunyu merupakan jalur pelayaran yang digunakan secara intens aktivitas perjalanan manusia.
“Kami akan melakukan pengukuran untuk sekitar 300 meter alur yang akan dibuka ini berarti berapa ranjau yang akan dinetralkan.
Sebenarnya skala prioritas yang 300 meter itu dulu. Kalau bicara masalah keselamatan jangan sampai ranjau ini malah menimbulkan korban jiwa, apalagi ini sudah digunakan selama puluhan tahun,” tuturnya.
Sementara itu, Komandan Satuan Patroli Pangkalan Utama Angkatan Laut (Lantamal) XIII Tarakan, Letkol Laut (P) Sahatro Silaban menerangkan bahwa hingga saat ini wilayah tersebut belum pernah dibersihkan. Oleh sebab itu pihaknya bersedia membantu dalam upaya mengidentifikasi ranjau tersebut.
“Jika dilihat wilayah timur Pulau Tarakan yang merupakan daerah tempat pertahanan Belanda dan Jepang maupun tempat pendaratan saat perang dunia kedua.
Ranjau ini berbahaya sekali, karena untuk pertahanan militer dulunya. Sampai sekarang kami tidak tahu seperti apa ranjaunya kalau pun masih ada,” tukasnya.