TARAKAN – Persoalan Elpiji di Kota Tarakan sejak beberapa tahun terakhir telah mengalami persoalan. Kelangkaan dan pelanggaran penjualan elpiji di atas HET kini menjadi makanan sehari-hari. Hal ini tidak terlepas dari buruknya pengawasan dan kinerja pemerintah daerah dalam menanggani persoalan ini.
Saat dikonfirmasi, Kepala Dinas Perdagangan, Koperasi, dan UMKM Tarakan, Untung Prayitno menerangkan, selisih harga yang cukup jauh antara HET di pangkalan dengan harga di tingkat pengecer tanpa izin, menjadikan bisnis ini semakin menjamur. Bahkan kios yang selama ini menjual sembako juga mulai ikut menjajakan gas elpiji bersubsidi. Padahal perdagangan gas melon ini diatur oleh undang- undang.
“Kita berencana akan melakukan penertiban, tetapi waktunya tidak bisa dibocorkan, nanti pedagang menyembunyikanya. Bagi kios yang menjual eceran akan kita lakukan pembinaan dengan mengambil gas elpiji 3 kilogram,”ungkapnya. (9/11/2021).
Rebcananya Disdagkop akan melibatkan Satpol PP bahkan TNI/Polri serta instansi terkait lainya. Hal ini dilakukan untuk memberantas aksi-aksi nakal oknum tertentu yang membeli gas bersubsidi ini, untuk dijual kembali dengan mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi.
“Meski HET Rp16.500 tapi di tingkat pengecer ada yang mencapai Rp55 ribu per tabung. Pemerintah Kota Tarakan melalui dinas terkait telah melakukan pemetaan daerah-daerah rawan yang sering dijadikan sebagai penjualan ecaran gas elpiji 3 kilogram,”terangnya.
Kendati terdapat beberapa titik, namun Untung hanya menyebutkan di satu tempat, yaitu di sepanjang Jalan Aki Balak atau yang sering dosebut daerah lapangan.
“Banyak tempat, salah satunya ada di lapangan, di kios-kios pinggir jalan. Mereka melanggar 2 pasal, yang pertama tidak ada izin dan yang kedua melebihi HET,”tegasnya.