TARAKAN – Surplus neraca Perdagangan kegiatan ekspor – impor melalui Pelabuhan di Provinsi Kalimantan Utara tumbuh pesat hingga triwulan III 2022. Ini menandakan kinerja ekspor masih jauh lebih tinggi dibandingkan impor yang masuk.
Statistisi Ahli Madya pada Badan Pusat Statistik (BPS) Kaltara, Panca Oktianti mengatakan, neraca perdagangan Januari – September 2022 mencapai USD1,75 miliar. Angka ini setara Rp27,37 triliun (Mengacu Kurs Tengah BI 16/11 : Rp15.563).
Jika dibandingkan tahun sebelumnya, surplus neraca perdagangan meningkat hampir dua kali lipat. Dimana persentase kenaikan berada di angka 88,67 persen.
“Neraca perdagangan Januari sampai September 2021 sebesar USD932,28 juta (Rp14,50 triliun). Ada peningkatan cukup besar hingga akhir triwulan III tahun ini,” terangnya belum lama ini.
Sebagaimana diketahui, neraca perdagangan dihitung dari nominal ekspor yang dikurangi dengan impor. Jika masih ada nominal yang dihasilkan dari pengurangan tersebut, maka disebut surplus. Sedangkan jika hasilnya minus, menandakan neraca perdagangan dalam kondisi defisit.
Mengenai kinerja ekspor, angka yang tercatat hingga akhir September 2022 sebesar USD1,87 miliar (Rp29,37 triliun). Terjadi persentase peningkatan sebesar 85,11 persen dibandingkan periode sama tahun 2021 sebesar USD1,01 miliar (Rp15,78 triliun).
Nominal ekspor melalui pelabuhan di Kaltara masih didominasi kelompok hasil tambang sebesar USD1,78 miliar (Rp27,71 triliun). Kelompok hasil tambang memberi kontribusi 92,50 persen terhadap total ekspor, sedangkan pertumbuhannya di angka 95,32 persen.
Nominal ekspor selanjutnya dibentuk oleh kelompok hasil pertanian sebesar USD103,18 juta (Rp1,60 triliun). Kelompok ini memberi kontribusi sebesar 5,79 persen, namun persentase pertumbuhannya jika dibandingkan tahun 2021 mencapai 401 persen.
“Nominal ekspor melalui pelabuhan di Kaltara selanjutnya adalah hasil industri sebesar USD30,31 juta (Rp471,71 miliar). Ekspor kelompok ini mengalami kontraksi 72,19 persen dibandingkan tahun 2021,” papar Panca.
Secara umum, komoditas ekspor terbesar melalui pelabuhan Kaltara adalah batu bara dari kelompok bahan bakar mineral dan lainnya sebesar USD1,64 miliar (Rp25,63 triliun). Kemudian disusul oleh rokok atau pengganti tembakau dipabrikasi sebesar USD151,94 juta (Rp2,36 triliun).
“Ekspor melalui pelabuhan di Kaltara didominasi batu bara sebesar 87,74 persen dan juga rokok sebesar 8,09 persen. Kedua komoditas ini yang paling besar nilainya,” jelasnya.
Total ada 8 negara tujuan ekspor komoditas yang dikirim melalui pelabuhan di Kaltara. Yaitu China, Taiwan, Jepang, India, Filiphina, Koera Selatan, Bangladesh dan Vietnam. Negara tujuan ekspor dengan nominal terbesar adalah India senilai USD601,54 juta (Rp9,36 triliun). Kemudian disusul ke China sebesar USD282,04 juta (Rp4,38 triliun) dan ke Filiphina sebesar USD227,66 juta (Rp3,54 triliun).
“Nominal ekspor ke India tumbuh hingga 513 persen hingga triwulan III tahun ini. Sedangkan ke China justru menurun 32 persen, kemudian ke Filiphina naik 63,90 persen,” ujarnya.
Beralih ke impor, nominal terbesar impor berasal dari kelompok hasil industri sebesar USD115,58 juta (Rp1,79 triliun). Kemudian diikuti oleh hasil tambang senilai USD0,58 juta (Rp9,02 miliar). Mayoritas barang impor yang masuk ke Kaltara adalah rokok dan kelompok mesin serta peralatan mekanis.
“Komoditas rokok yang diimpor masuk ke Kaltara bukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat setempat. Melainkan untuk diekspor kembali melalui pelabuhan di Nunukan,” paparnya.
Sebelumnya, Panca menuturkan, surplus neraca perdagangan membuat Kaltara mendapatkan nilai pendapatan yang lebih besar. Di samping itu, juga berdampak positif terhadap indikator makro ekonomi daerah.
“Dengan terjadinya surplus balance of trade berpengaruh terhadap perekonomian. Karena dengan meningkatnya ekspor berpengaruh pada permintaan produk domestik. Itu akan membuat perusahaan bisa menciptakan lebih banyak tenaga kerja dan memacu pertumbuhan ekonomi,” jabarnya.
Panca memprediksi jika neraca perdagangan akan tetap surplus tahun ini. Hal itu disebabkan kinerja ekspor batu bara yang diperkirakan tetap jauh melampaui nominal impor sebagaimana pola historisnya.
“Kaltara senantiasa mengalami surplus neraca perdagangan setiap tahunnya. Besarnya nominal ekspor batu bara sangat berpengaruh dalam menjaga kondisi itu,” pungkasnya.