TARAKAN – Akademisi dari Universitas Borneo Tarakan (UBT) sekaligus pengamat perpolitikan Yasser Arafat S.H, MH menerangkan, tidak dipungkiri saat ini masih banyak generasi muda yang apatis terhadap politik. Menurutnya hal itu dipengaruhi oleh kemajuan tehknologi sehingga menganggis kepedulian kaum muda pada dunia nyata.
“Saya melihat persoalan politik di Indonesia dalam.hal ini kan mengalami pasang-surut yah, angka golput kan sempat tinggi di Indonesia ini. Terlebih pada generasi mudahnya yang masih dianggap apatis. Menganggap politik ada sesuatu yang tidak menarik untuk kalangan muda,”ujarnya, dalam.sebuah dialog bersama RRI.
“Kalau kita lihat karakteristik generasi muda saat ini, sangat erat dengan tekhnologi. Sehingga segala.sesuatu mereka bisa mengerjakan dari rumah. Sehingga hal itu membentuk sebuah fenomena anomali dibentuk hidup secara individualistis. Sehingga mereka tidak terlalu begitu memikirkan lingkungan sekitar hanya terfikus pada diri sendiri,”sambungnya.
“Sehingga pandangan dari sudut ini, wajar jika kita memandang saat ini generasi Z apatis terhadap politik. Jangankan politik, lingkungan sekitar mereka saja, mereka tidak peduli. Karena itu tadi pertumbuhan mereka terbentuk di tengah kemajuan teknologi pintar yang luar biasa mempengaruhi kehidupan mereka,”lanjutnya.
Kendati begitu, di sisi lain ia melihat ada trend positif dari pertumbuhan partisipasi pemuda pada setiap perhelatan pemilu 2024. Sehingga ia mengatakan partisipasi pemuda akan terus mengalami peningkatan dalam.beberapa dekade ke depan.
“Namun di sisi lain, kalau melihat partisipasi sebagian kecil pemuda di dunia politik, saya optimis ini akan terus mengalami peningkatan. Apalagi saat ini beberapa parpol sudah fokus merekrut millenial bergabung ke politik ditambah lagi bahkan ada parpol yang berani menggunakan konsep gaya Millenial,”tukasnya.
“Kita bisa lihat penelitian yang dibuat oleh CSIS itu, di tahun 2014 dan 2019, itu ada peningkatan partisipasi dari generasi muda untuk memilih. Di pemilu 2014 misalnya, dari sebanyak 80 persen responden yang memilih di pemilu 2014 dan di tahun 2019 ada 91 persen responden yang mengaku memilih. Ini menandakan bahwa partisipasi kaum muda semakin mengalami peningkatan,”ungkapnya.
Dikatakannya, di tahun 2024 dari data yang ada, usia 17 sampai 39 tahun ini, lebih mendominasi dari pemilih, dengan presentase sebesar 60 persen. Dikatakannya, predentase tersebut menandakan potensi sebagai modal Bawaslu dan KPU dalam memaksimalkan potensi partisipasi pemilu.
“Ini sangat besar kalau teman-teman KPU, Bawaslu juga mengedukasi mereka berpartisipasi dalam pemilu. Dari penelitian Litbang Kompas misalnya, 86 persen responden pemuda mau berpartisipasi pada pemilu 2024. Dengan presentasi ini saya pikir, pemilu 2024 terjadi peningkatan partisipasi pemuda. Dan tidak hanya pemilu kaum millenial ini saya pikir akan mengalami dalam mengawasi dan mengikuti perkembangan politik setelahnya. Karena dengan antusias ini bisa saja menjadi tren di kalangan pemuda,”tuturnya.