TARAKAN – Sebagai upaya dalam menekankan prinsip-prinsip dan keilmuan jurnalisme dalam menjalankan tugas di lapangan, Tower Bersama Group (TBG) menggelar Journalism Fellowship on Corporate Social Responsibility (CSR) 2025 Batch 2 yang diikuti 13 wartawan Se-Indonesia. Dalam agenda Tersebut TBG memberikan berbagai materi salah satunya ialah materi sesi 2 yakni Rambu-rambu etika dan Hukum terkait pers. Dalam Pemaparan Materi tersebut disampaikan langsung oleh Direktur Gerakan Wartawan Peduli Pendidikan (GWPP) Nurcholis MA Basyari menyoroti soal kerja jurnalistik tidak sama dengan YouTuber, TikTokers, dan pegiat media sosial lainnya. Hal itu tidak terlepas dari banyaknya berita hoaks dari media sosial yang beredar sehingga membuat media online maupun cetak harus lebih berhati-hati untuk menyebarkan informasi kepada publik.
“Hal yang perlu dilakukan oleh jurnalis adalah menanamkan ‘trust’ yakni, kepercayaan kepada publik. Kita tanamkan trust. Be yourself, produk wartawan jurnalistik itu hukum besinya adalah fakta yang teruji seperti ada di Pasal 3 Kode Etik,” ungkap Nurcholis saat Kelas 1 Journalism Fellowship on Corporate Social Responsibility (CSR) 2025 Batch 2 melalui Zoom pada Senin, 1 September 2025.
Lanjutnya, saat ini cukup banyak masyarakat yang cenderung melihat berita yang heboh dari media sosial, akan segera mencari rujukan ke media pers baik online maupun cetak, untuk mengecek berita tersebut benar atau tidak.
“Meskipun hebohnya berita atau informasi yang beredar di medsos, bagaimanapun orang akan segera mencari rujukan di media pers. Kalau ternyata di media pers tidak ada berita, masyarakat akan cenderung ‘wah ini gak bener nih’,” jelasnya.
Selain itu, ia menyebut, cara kerja jurnalis itu berbeda dengan YouTuber, TikToker, dan semacamnya. Sebagai jurnalis, harus disiplin dengan kewajiban etik serta kaidah-kaidah jurnalistik karena berkaitan dengan ‘trust’.
“Yang membedakan kita (jurnalis) adalah, kita bukan YouTube, TikToker, kita bukan yang lainnya, jadi disiplin pada kewajiban etik, kaidah-kaidah jurnalistik, karena berkaitan dengan trust,” tambahnya.
Nurcholis juga menegaskan, untuk tidak berlomba-lomba dalam meraih kecepatan dengan media sosial, karena sasaran masyarakatnya sudah berbeda.
“Janganlah kita berlomba meraih kecepatan dengan medsos. Kalau medsos sasarannya adalah masyarakat yang mungkin kurang terliterasi media dan baru sadar belakangan,” ujarnya lagi.
Adapun peran jurnalistik adalah memberikan pencerahan kepada publik agar masyarakat bisa secara benar dan tepat merespons atau bertindak pada suatu peristiwa.













